Kampiunnews | Jakarta – Kisah berdirinya Guru Nanak Sikh Temple di Jakarta adalah kisah tentang keimanan, ketekunan, dan semangat komunitas. Berawal dari komunitas kecil warga Sikh yang bekerja di bawah naungan Alfred Holt and Company, atau lebih dikenal sebagai Blue Funnel Line, benih kebersamaan itu tumbuh di pelabuhan Tanjung Priok pada awal abad ke-20.
Pada tahun 1920-an, sekitar 20 petugas keamanan Sikh bekerja di perusahaan pelayaran Inggris tersebut. Di tengah kerasnya kehidupan sebagai pekerja migran, mereka tetap menjaga nilai-nilai spiritual dan tradisi keagamaan. Bersama keluarga Sikh lainnya, mereka rutin berkumpul setiap Minggu di area kantor untuk melaksanakan Kirtan (nyanyian puji-pujian) dan Langgar (dapur umum) dua elemen penting dalam kehidupan agama Sikh.
Dorongan untuk memiliki rumah ibadah (Gurdwara) sendiri akhirnya mendorong komunitas ini untuk mengambil langkah besar. Pada perayaan Vaisakhi, 13 April 1925, mereka menggalang dana secara gotong royong dan berhasil mengumpulkan sekitar 500 Guilder (mata uang Belanda saat itu), jumlah yang luar biasa pada saat itu. Hanya beberapa minggu kemudian, pada 1 Mei 1925, pondasi pertama Gurdwara di Tanjung Priok pun diletakkan di atas sebidang tanah seluas 500 m² di Jl. Jepara No. 4.
Tahun 1 Mei 1925 menjadi titik awal perjalanan iman kaum Sikh dengan didirikannya Guru Nanak Sikh Temple, yang menjadi tempat pertama dan satu-satunya bagi komunitas India, termasuk Sikh, Gujarati, Sindhi, dan lainnya, untuk berkumpul, beribadah, dan membangun solidaritas. Presiden pertamanya, Sardar Pratap Singh Ghali, memimpin dengan semangat kolektif yang tinggi, dan proses pemilihan kepemimpinan dilaksanakan secara demokratis setiap 2–3 tahun.
Pada tahun 1933, bangunan yang semula dari kayu direnovasi menjadi struktur permanen dari semen dan batu bata, mengakomodasi makin banyaknya jamaah dan kebutuhan ruang yang lebih layak. Renovasi ini menandai fase kedua perkembangan Gurdwara, dengan biaya sekitar 3.000 Guilder.
Selama masa-masa sulit, termasuk penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, dan bahkan Perang Dunia II, Gurdwara tetap berdiri kokoh. Kegiatan Kirtan dan Langgar tak pernah berhenti, menjadi sumber penghiburan dan kekuatan spiritual bagi komunitas yang bertahan di tengah ketidakpastian.
Memasuki era kemerdekaan Indonesia, Gurdwara tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan, sosial, dan budaya. Namun, pada tahun 1995, pemerintah memutuskan untuk memperluas kawasan pelabuhan Tanjung Priok, sehingga Gurdwara lama harus dikosongkan.
Dengan semangat yang sama seperti pada tahun 1925, komunitas Sikh kembali bersatu untuk membangun rumah ibadah baru. Tanah seluas 2.000 m² di Jl. Melur No. 8 dibeli, dan sebuah Gurdwara yang lebih besar dan representatif dibangun. Pada 14 April 1999, bangunan baru diresmikan dalam perayaan 300 tahun Vaisakhi, oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Drs. H.A. Malik Fajar, M.Sc, dan Duta Besar India untuk Indonesia.
Guru Nanak Sikh Temple bukan hanya simbol keimanan, tetapi juga saksi sejarah perjalanan komunitas Sikh di Indonesia. Pada tanggal 1 Mei 2025, rumah ibadah ini genap berusia 100 tahun. Perayaan seratus tahun akan diisi dengan berbagai kegiatan sosial mulai 2 Mei, dengan puncak acara pada 4 Mei yang akan dihadiri oleh Gubernur Jakarta Pramono Anung, Dirjen Bimas Hindu, serta sejumlah tokoh masyarakat dan Duta Besar negara sahabat.
Dari pelabuhan yang sibuk di Tanjung Priok hingga kompleks yang damai di Jl. Melur, Gurdwara ini telah menjadi mercusuar spiritual yang menerangi lintasan generasi demi generasi.