Kampiunnews | Pekan lalu, Hambalang menjadi ramai. Itu karena sang kawan lama, Surya Paloh mengunjungi Prabowo Subianto. Menurut Prabowo, mereka sudah bersahabat hampir 40-an tahun. Karena itu, lihatlah gestur Prabowo saat mengajak Surya Paloh melihat-lihat keadaan sekitar. Berjalan sambil berangkulan. Seperti ada kerinduan untuk momen semacam itu. Kerinduan yang baru bisa terjawab mengingat dua figur tokoh bangsa ini memiliki agenda yang sangat banyak dan padat. Perbedaan pilihan dan dukungan pencapresan untuk 2024 bukan soal. Surya Paloh dan Nasdem membangun koalisi perubahan bersama PKS dan Demokrat yang sudah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden. Sedangkan Prabowo adalah calon presiden yang sudah ditetapkan Gerindra dan membangun kerja sama koalisi dengan PKB. Persahabatan itu bisa menembus sekat-sekat politik, menerobos tembok-tembok ideologis. Pertemuan Prabowo dan Surya Paloh dinilai publik menyejukkan.
Kemarin, dalam acara panen raya di Jawa Tengah, Prabowo bersanding dengan Ganjar Pranowo. Bahkan foto dalam pose bertiga: Presiden Jokowi, Prabowo dan Ganjar ramai dikomentari netizen. Apakah itu adalah kode bahwa Prabowo dan Ganjar bisa menyatu dalam formasi capres – cawapres untuk 2024? Mungkin saja. Tetapi dari penampakan foto itu, kelihatan mereka gembira dan senang. Politik mesti menggembirakan. Toh tugas para politisi adalah membuat rakyat bergembira ketika mereka menjadi sejahtera, adil dan makmur. Dalam kapasitas sebagai sesama Capres 2019 lalu bersama Presiden Jokowi, Prabowo tetap menempatkan posisinya saat ini sebagai menteri.
Refleksi 2019
Partai Gerindra memang patut bersyukur dan beruntung karena memiliki figur seorang pemimpin nasional, negarawan, Prabowo Subianto. Dalam situasi – situasi sulit pun, Prabowo terus memotivasi seluruh kader dan pengurus Gerindra untuk tetap menjadikan Gerindra sebagai partai rakyat, yang lahir dari rakyat, bekerja untuk rakyat dengan selalu menjadi garda terdepan menjaga Pancasila, UUD 1945, NKRI dan menghidupkan spirit bhineka tunggal ika.
Pada Pemilu 2019, Partai Gerindra benar-benar di-bully sebagai partai pendukung khilafah dan gerakan Islam radikal. Dalam situasi macam ini, banyak pendukung Gerindra, bahkan orang-orang yang menjadi lingkaran dalam kepengurusan Gerindra yang tawar hati, kemudian meninggalkan Gerindra. Mereka memilih mencari ‘aman’ walau harus mengkhianati perjuangan bersama Gerindra. Lalu, apa kata Pak Prabowo? Beliau selalu berpesan: Janganlah kita mengkhianati orang, sekalipun kita sering dikhianati. “Walupun seluruh kader meninggalkan saya, saya tidak akan gentar dan tidak akan berhenti untuk berjuang bagi bangsa dan negara.” Terhadap mereka yang mengkhianatinya, Pak Prabowo tidak membalas. Terhadap mereka yang berkhianat terhadap partai Gerindra, Pak Prabowo tidak menghakiminya. Tugas kita bukan menjadi pengkhianat atau menjadi hakim untuk orang lain. Tugas besar kita adalah terus bekerja bersama untuk rakyat melalui Partai Gerindra.
Menjelang kontestasi politik yang bernama Pileg dan Pilpres, pasti terbangun issu-issu politik dan narasi-narasi politik yang menyesatkan. Tujuannya adalah untuk mempengaruhi opini massa dan mendiskreditkan partai tertentu atau figur tertentu. Hal semacam ini pun dialami oleh Prabowo Subianto dan Partai Gerindra. Kencangnya issu seolah-olah Gerindra mendukung pendirian negara khilafah, dan berada di belakang geliat ormas radikal tertentu memang dibangun dan di-blow up pihak tertentu untuk menggerus suara Gerindra di Pilpres dan Pileg.
Apa yang Pak Prabowo lakukan? Beliau tidak menghabiskan banyak waktu dan energi untuk klarifikasi issu-issu semacam itu. Prabowo membungkam narasi liar dan menyesatkan, mengunci mulut-mulut pem-bully, menohok nurani para pengkhianat dengan aksi. Beliau memutuskan untuk terus berjuang membangun bangsa dan negara dengan mendukung pemerintahan Jokowi. Semua tudingan, hoax, nyinyir pun gugur. Mana mungkin partai yang dikatakan mendukung khilafah mau bekerja sama dengan pemerintah? Bagi Prabowo, tak ada ruang bagi perasaaan pribadi dalam perjuangan demi bangsa dan negara.
Dalam kunjungan ke mana – mana atau dalam berbagai kesempatan, Prabowo Subianto selalu menyampaikan pesan ini. “Dalam kondisi bangsa yang masih sering dilanda konflik, keadaan ekonomi yang belum membaik, situasi sosial politik yang kerap bikin gaduh, setiap kader Gerindra diminta untuk menjadi agen perdamaian. Menjadi agen perdamaian itu wujud nyatanya mencintai sahabat dan merangkul lawan/musuh. Kita harus mencintai sahabat kita. Tetapi kita tidak harus membenci musuh kita. Lawan harus dirangkul jika kita adalah pembawa damai. Setiap agen perdamaian harus berdiri di tengah-tengah, pada pendulum keseimbangan.”
Pesan yang selalu disampaikan Prabowo, “seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak”. Ini berarti membangun persahabatan, menjadi sahabat bagi semua orang jauh lebih luhur daripada menjadi musuh, menjadi duri dalam daging bagi orang lain. Kita hanya bisa membangun bangsa dan daerah dalam persahabatan, dalam persaudaraan, dalam kebersamaan, dalam saling respek.
Setelah bergabung dengan pemerintahan Jokowi dan dipercayakan sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo benar-benar langsung bekerja untuk rakyat. Tidak ada embel-embel pencitraan. Kinerja Kementerian Pertahanan salah satu yang terbaik. Walaupun Prabowo dan Presiden Jokowi adalah kompetitor dalam Pilpres 2019 lalu, namun sebagai ‘pembantu presiden’ dalam kabinet, Prabowo selalu tahu menempatkan dan memposisikan diri. Bahkan menjelang hajatan politik 2024, ketika banyak menteri menjadi capres lalu melakukan safari ke mana-mana dalam agenda ‘pencitraan’, Prabowo tetap fokus bekerja. Ini adalah keadaban politik yang baik. Melalui kerja-kerja nyata, kerja cerdas, kerja tuntas, kerja kolaboratif di kementerian pertahanan, Prabowo menjawab aneka pertanyaan, berbagai keraguan, begitu banyak penyangkalan, menepis hoax, menggugurkan narasi sesat yang berkembang di tengah masyarakat.