Kampiunnews | Jakarta – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, terus menegaskan komitmennya dalam memperjuangkan hak dasar masyarakat kecil atas hunian layak. Dikenal luas sebagai pembela wong cilik, Maruarar yang akrab disapa Ara, membuktikan keberpihakannya dengan aksi nyata yang menyasar kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan dalam kebijakan perumahan nasional.
Sejak menjabat, Maruarar tidak hanya menyoroti program rumah subsidi secara umum. Ia langsung menginisiasi program terobosan: penyediaan 1.000 unit rumah untuk wartawan, dengan lokasi perdana di Cibitung, Bekasi, yang kini telah mulai diserahterimakan. Program ini dirancang untuk diperluas ke wilayah lain seperti Bogor, Banten, Medan, Makassar, dan seluruh Indonesia, bahkan dengan potensi kuota hingga 3.000 unit.
“Wartawan bukan konglomerat. Banyak dari mereka tidak memiliki lahan, masih bekerja freelance tanpa penghasilan tetap. Padahal mereka adalah penjaga demokrasi,” ujar Maruarar.
Di bawah kepemimpinannya, Kementerian PKP menghapus biaya-biaya yang selama ini menjadi penghambat akses perumahan, seperti BPHTB dan biaya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Bahkan, para wartawan dilibatkan langsung dalam pengawasan kualitas konstruksi, memastikan rumah yang dibangun benar-benar layak huni.
Ara juga mengubah paradigma pembangunan perumahan rakyat: bukan sekadar rumah murah, tetapi kawasan layak huni dengan konektivitas transportasi massal, fasilitas umum, taman bermain, dan akses KRL ekspres. Menurutnya, masyarakat tidak boleh dipindahkan ke pinggiran tanpa infrastruktur dan akses yang memadai.
“Rumah murah bukan berarti menyiksa. Rakyat berhak atas tempat tinggal yang manusiawi, terhubung, dan membangun harapan,” tegasnya.
Dalam upaya memangkas birokrasi, Ara mempermudah proses perizinan pembangunan. Di Kota Tangerang, pengurusan PBG kini hanya membutuhkan 59 menit dari sebelumnya 45 hari.
Lebih lanjut, Ara mempresentasikan Peta Jalan 3 Juta Rumah langsung ke DPR RI sebagai arah kebijakan yang terukur dan berkelanjutan. Ia juga tak segan mengoreksi kebijakan yang dinilai tidak tepat, seperti wacana rumah subsidi tipe 14 meter persegi yang menuai kritik publik.
“Jika rumah tipe 14 tidak layak, maka akan dibatalkan. Negara tidak boleh memaksakan rumah yang tidak manusiawi. Kami mendengarkan masyarakat,” ungkap Ara.
Berbagai terobosan lainnya juga tengah berjalan, seperti pembangunan 20.000 unit rumah untuk nelayan pesisir dan pemanfaatan lahan sitaan koruptor untuk proyek perumahan rakyat. Tidak hanya bergantung pada APBN, Ara menggalang pembiayaan kreatif lewat FLPP dan kolaborasi dengan swasta maupun mitra internasional seperti Qatar dan Uni Emirat Arab.
Meski anggaran Kementerian PKP sempat mengalami pemangkasan hingga 69%, Ara tetap optimis. Ia bahkan mengundang KPK dan BPK untuk mengaudit seluruh proyek guna memastikan transparansi dan mengeliminasi pengembang nakal.
Program perumahan murah juga diperluas untuk kelompok pekerja strategis seperti guru, tenaga kesehatan, buruh, dan petani.
“Berikan aku sepuluh pemuda, akan kuguncang dunia,” kutip Ara dari Bung Karno. “Tapi beri juga mereka rumah layak, agar hidup mereka tak hanya untuk bertahan, tetapi untuk berkarya.”
Dengan gaya kepemimpinan yang rendah hati, berani mengakui kesalahan, terbuka terhadap kritik, dan bertindak cepat, Maruarar Sirait telah menjadi harapan baru bagi rakyat kecil. Dari wartawan, nelayan, hingga buruh dan guru, kini mulai merasakan bahwa mimpi akan rumah layak bukan lagi angan-angan, melainkan kenyataan yang semakin dekat.